Senin, 15 April 2019

Menjadi ibu full time? Yakin ga rugi?

Bismillahirrohmanirrohim..
Assalamualaikum teman teman #Ibuguruchantik 😍😘
Lama banget yaaaa tidak bersua, setahun lalu full banget sibuk ngurus anak pertama si Abang. Maklum ibu baru, semua serba banyak tanya dan googling+ upgrade ilmu parenting pastinya. Gak berasa bangeet setahun lalu blog bener2 bersih dari sentuhan tanganku 🙈
Tahun ini, insha Allah mulai berbagi pengalaman lagi yaa..

Blog saya kali ini mau sharing menjadi ibu full time di rumah dengan dua bayi yang bedanya 19bulan saja. Gimana moms? Stress kah?

Pelajaran yang saya ambil ketika anak pertama dan saya masih bekerja adalah kurangnya qualitytime saya dengannya, walaupun weekend pasti waktunya kita buat si kecil. Tapi itu kurang banget. Padahal perkembangan setiap harinya itu berharga banget ya moms..
Kedua, saya blm lolos mengASI 2th. Ketika usia si Abang udah 12bulan, saya sudah mengandung si adek dan beberapa kali flek. Sehingga dokter mengharuskan saya untuk menyapi Abang. Huhu sedih ya, tapi itu sudah jd konsekuensi ibu saat itu. Berbagai drama pun terjadi ketika menyapi. Ibu lemah liat anak sendiri di sapi, tapi tetap harus terlihat kuat.
Ketiga, adanya campur tangan kakek dan nenek dalam pola pengasuhan. Yaa, ini memang gak bisa dipungkiri yaa, secara saya memang menitipkan si Abang ke nenek (re:ibu mertua) saya. Saya pun seorang ibu muda baru yang masih harus banyak belajar. Sebenernya permasalahan ketiga sudah pernah saya bahas di blog saya sebelumnya *aku, ibuku, dan anakku* jadi bisa dilihat disitu ya moms 😉
Selanjutnya itu Lelah moms. Ga bisa di pungkiri sebagai ibu pekerja di luar rumah dan sampai rumah menjadi ibu rumah tangga adalah hal yang melelahkan sekali. Walaupun menjadi ibu fulltime di rumah jangan disangka tidak lelah ya moms, lelahnya berkali lipat. Tapi terbayar dengan melihat perkembangan si kecil, senyum, tawa, bahkan tangisnya, dan insha Allah menjadi keberkahan tersendiri yaa buat keluarga kecilnya serta pak suami.
Dari permasalahan tersebut saya banyak berpikir ulang untuk melakukan hal yang sama ke si adek. Tidak mudah memang, sebagai wanita yang sudah biasa bekerja di luar rumah dan memutuskan untuk full time di rumah. Tapi, berkat dukungan suami pastinya saya memberanikan diri untuk melayangkan surat resign ke tempat saya bekerja. Perjuangan dimulai setelah saya melahirkan si adek. 😃
Pasca melahirkan adek, yang memang perkiraannya lebih cepat dari due date nya itu membuat saya jg takut. Karena maju 1bulan dari perkiraan. Alhamdulillah adek kuat dan cukup berat lahir di dunia sehingga tdk perlu adanya bantuan alat nicu untuk bayi. Saya hanya menginap semalam di RS dan diperbolehkan langsung pulang.
Saya dan suami memang memantapkan diri untuk mengurus anak anak kami sendiri. Bukan kami ga percaya sama nenek dan kakeknya, bukan kami menghindar dari mereka terlebih bukan karena kami mau memisahkan jarak antara cucu - kakek nenek.
Tapi, kami memang ingin berusaha belajar mandiri mengurus buah hati kami. Seminggu setelah suami saya cuti dari kantornya, walaupun dengan hati yang deg degan karena bertigaan di rumah dengan bayi baru lahir+bayi 18bulan di rumah saya beranikan diri untuk di rumah saja.
Hampir dua pekan pasca saya melahirkan, saya seperti terjadi pendarahan yg terus menerus. Darah beku yg dikeluarkan cukup banyak hingga membuat saya khawatir akan hal ini. Searching dan banyak tanya dengan yang lebih berpengalaman menjadi tugas saya kala itu. Akhirnya saya ke bidan untuk cek adakah yg salah dengan jahitan saya? Tp ternyata tdk ada masalah. Darah beku yg keluar berasal dari dalam tubuh. bidan menganjurkan untuk periksa ke dokter jika ini terjadi lebih dari dua hari berturut-turut. Alhamdulillahnyaitu hanya terjadi sehari semalam saja.
oke itu sekilas tentang proses melahirkan saya yaa...
back to topic ya, jadi si abang yang berusia 18 menginjak 19 bulan ini sedang masa transisi jadi abang beneran. Sejujurnya kalau di depan adeknya dia sayang, suka ciumin adek. Tapi ya namanya anak masi kecil jadi emang harus dijagain bgt kalau mau deket2 adeknya, walaupun saya dan ayahnya juga tidak mau membatasi sentuhan dia dengan adeknya. Belakangan si abang suka tantrum tdk jelas. Jadi apa yang dia mau harus dituruti. Saya sampe bingung harus seperti apa ketika tantrum mulai melanda. Kalau dari buku-buku yang saya baca, kita sebagai OT harus kuat dan sabar ketika itu terjadi. Biarkan saja dia menangis, nanti kalau sudah coolingdown baru kita ajak bicara. Tapi yaaaa, itu hanya teori. Nyatanya prakteknya tidak semudah yang dibayangkan. Itu tetap saya lakukan ketika si abang tantrum, saya dan ayahnya sekuat tenaga coba untuk cuek ketika apa yang dia mau tidak semuanya bisa dia dapatkan walaupun prosesnya lama (karena nangis guling2 semakin menjadi). Setelahnya biasanya kami lakukan afirmasi walaupun abang belum banyak tahu kosakata. Itu yang kami lakukan ketika di rumah. Yang sulit kami kendalikan adalah ketika di rumah kakek atau mbahnya. Karena jarang ketemu jadi setiap ketemu yaa apapun yang di mau bisa jadi miliknya. ini masih menjadi PR saya dan suami untuk menyamakan program di rumah yang kami lakukan dengan di rumah kakek atau neneknya.
bismillah yaa...

Lain abang lain lagi si adek..
iyaa, setiap anak kan emang beda-beda yaaa, apalagi adek masi teramat imut buat ibuk..
Jadi, saya awalnya yakin gak akan kena syndrom baby blues atau stress pasca melahirkan karena ini kali kedua saya melahirkan. Dengan percaya dirinya saya santai banget ngurusin adek. Dimulai dari ASI yang kala si abang diawal keluar hanya sedikit dan ditambah sufor 5ml di awal dia lahir. Nah, si adek ini alhamdulillah setelah semaleman nangis karena asi yang keluar hanya setetes dua tetes, malemnya alhamdulillah asi ngucur. Yang tadinya pasrah kalau adek diawal akan sama seperti abang tapi nyatanya beda ya..
Si adek alhamdulillah masi asi ekskusif sampai saat ini. Selama di rumah pun tidak banyak begadang karena si adek bangun hanya nyusu dan tidur lagi, begitupun tengah malem. Saya merasa senang karena tidak banyak begadang. Tapi, itu hanya dua pekan. Selanjutnya saya mulai merasakan depress pasca melahirkan. Mulai dari begadang lagi, si adek yang tidak kunjung tidur sampai adzan subuh berkumandang baru terlelap tidur, ibuk yang kurang tidur dan pekerjaan rumah terbengkalai. Malam itu, bener-bener deh nangis sejadi-jadinya dan meluapkan semuanya ke suami. Alhamdulillahnya dan mudah-mudahan hanya terjadi malam itu saja.

Di sini saya mau menekankan bahwa kerja sama antara ayah dan ibu dalam sebuah rumah tangga itu sangat penting banget. Gak kebayang gimana keadaan saya saat malem itu kalau suami diem aja dan tidak menguatkan saya yang sedang kalut kala itu. Dan mau saya tekankan juga bahwa title ga selamanya membuat kita harus bekerja dengan orang lain terus-terusan. Bekerja di rumah dengan ikhlas dan lillahi taala akan menjadi lebih berkah dalam memanfaatkan title yang kita punya. Bonusnya bisa lihat perkembangan anak-anak kita sendiri. :)

Sedikit sharing saya di atas, semoga bisa menambah pengalaman dan membantu teman-teman yang lagi galau pilih bekerja di rumah atau di luar rumah? hehehee...
yang pasti semua harus diputuskan dengan hati yang dingin, tidak dalam keadaan emosi yaaa...supaya tidak menyesal nantinya.
wassalamualaikum ..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar